Sabtu, 10 Desember 2016

1 Mimpi Berarti 100 Mimpi

Mmm, mengerti dari judul tulisan saya di atas?
Begini, beberapa minggu yang lalu, saya menulis beberapa mimpi di atas kertas. Memang belum sampai genap 100, tetapi dari beberapa itu, saya menulis namamu. Oke, saya bocorkan. Mimpi saya yaitu ingin menikah denganmu. Hanya kepadamu dan bersamamu. I've been thinking why i love you. You should know, it's indescribable. Im falling in love with you so easily and im sure that you are the right one. Okay, kembali kenapa dan apa hubungannya dengan judul, "1 Mimpi Berarti 100 Mimpi".

Gi, kamu tahu saya mencintaimu, kan? Saya pikir, saya harus melanjutkan mimpi-mimpi itu bersamamu. Begini maksudnya, kamu bersedia untuk menambahkan sisa mimpi yang belum tertulis, kan? Mimpi kita. Tentang apapun. Tentang berapa anak yang ingin kamu miliki. Tentang di mana kota yang akan kita tempati bersama. Tentang kota-kota indah di Indonesia bahkan luar negeri yang akan kita kunjungi. Tentang usaha-usaha yang akan kita dirikan. Tentang cita-cita saya menjadi istri yang sholehah. Tentang cita-citamu menjadi suami yang sholeh. Tentang bagaimana anak-anak kita jadikan. Saya ingin anak-anak kita menjadi penghafal Qur'an. Rasanya akan lebih dari 100 jika kita berumah tangga.

1 mimpi yang mencakup 100 mimpi. Saya hanya ingin jadi perempuan yang membuatmu ingin segera pulang ke rumah, ingin jadi perempuan yang masakannya dirindukan, ingin jadi perempuan yang sandarannya membuat nyaman, ingin jadi perempuan yang membuat kamu merasa beruntung telah menikahi saya.

Gi, mimpi saya terlalu banyak dan saya butuh kamu untuk menguatkan langkah-langkah saya yang kerap kali melemah. Saya butuh langkah kuatmu untuk menopang segala asa yang sudah saya tulis.

Kamu bersedia, ya?
I love you because you are like home to me. I love you for your patience, your genius, and your great sense of humor.

Desember 11, 2016
08:56 WIB

Sabtu, 03 Desember 2016

Jatuh Cinta Padamu

Nggg...
Hai, Gi.
Apa kabar? Basi, ya, pertanyaannya? Seperti tak bersua bertahun-tahun. Tetapi, sudahlah, jawab saja pertanyaanku. Saya rasa kamu baik-baik saja, siapa pula yang tidak baik-baik saja sudah sebegitunya saya cintai? Jelas kamu baik-baik saja, sehat wal afiat.

Saya sedang pusing bulan ini, Ujian Akhir Semester menyita waktu leha-leha, menyita pekerjaan --melamun--, dan menyita segalanya --memikirkanmu tidak--. Tetapi sekaligus saya juga sedang bahagia-bahagianya, libur panjang sebentar lagi!

O, iya, Gi, saya sebenarnya ingin sekali mengenalkan siapa kamu, yang membuat hari saya penuh dengan kegemasan-kegemasan nyebelin tapi ngangenin. Nanti saja, nanti saya akan kenalkan ke mereka. Tidak janji dan tidak waktu dekat ini, atau bahkan mungkin tidak sama sekali. Lagi-lagi, menikmati bahagia sendiri lebih menyenangkan. Ibarat matahari hanya satu, dan itu adalah milik saya seutuhnya. Barangkali, itulah jatuh cinta.

Saya sudah kelewatan batas bahagia, gumoh, mual-mual, batuk, pilek, panas dingin, sampai overdosis, dan rasanya saya ingin melanjutkan tulisan ini sambil jungkir balik. Kalian pernah coba? Saya, sih, belum.

Eh, Gi, kamu pernah merasakan kesulitan menulis ketika jatuh cinta? Tidak ada yang lebih bahaya dari seorang penulis ketika ada yang dipikirkannya tetapi tak bisa menulis, isinya hanya kamu, kamu, dan kamu.

Oke, sebentar, saya ngaca dulu.

Ini sepuluh kali lipat lebih sulit dari mata kuliah Morfologi, yang harus memikirkan kelas kata apa, perubahan makna apa, dan adakah proses morfofonemiknya. Dan dua puluh kali lipat lebih menyebalkan dari mata kuliah Teori Sastra, yang harus menganalisis novel sampai badan kurus. Bingung. Sini, saya pegangan sama kamu, biar tidak jatuh. Ini mengganggu dan merepotkan, tetapi membuat bahagia.

Kenapa saya bisa jatuh cinta padamu, ya? Padahal kamu jarang mandi. Saya berharap bisa menulis dengan detail tentangmu di sini. Kamu bukan laki-laki romantis, tetapi kamu bisa mendadak romantis hanya depan saya. Kamu juga bukan laki-laki yang suka menjadwalkan hari apa saja kita harus bertemu, tetapi kamu bisa memanfaatkan waktu luang, walaupun satu detik, hanya untuk saya. Maaf, ya, saya rewel kalau sudah rindu. Bukan segalamu saja yang saya suka, saya juga suka tetangga-tetanggamu, suasana rumahmu, dan segala tragedi-tragedi yang terjadi di Karang Tarunamu.

Banyak, banyak sekali yang ingin saya tuliskan. Tetapi karena jari kelingkingku sudah kesemutan. Jadi sudah dulu, ya, mengarangnya.

Dari aku yang mencintaimu dengan sederhana tetapi nggak nyantai. Begitu lah pokoknya.

Desember 4, 2016, 07:34 WIB

Kamis, 30 Juni 2016

Setelah Pertemuan

Terbiasa dengan adamu, berarti kelak aku harus terbiasa dengan kehilanganmu.

Pertemuan lalu perpisahan, kemudian pertemuan lagi. Terus berulang siklus yang kutak mengerti apa namanya.

Malam ini terlalu sentimentil. Bagaimana sempat aku memikirkan kelak kepergianmu di tengah kebahagiaan yang datang berebut? Mungkin beberapa hari, pekan, bulan, atau beberapa tahun lagi aku akan menemui pergimu.

Jelas bertemu denganmu membuatku selalu ingin berbagi. Tak ingin terlewat sedetik pun -- selama kau masih di sisi-- Pada malu-malu misalnya, tak henti pipi ini merona, tersenyum di hadapan cermin. Lalu terbayang kita bersama-sama menua.

Entah bagaimana membuat semuanya baik-baik saja. Risiko bertemu adalah berpisah. Aku telah bertemu denganmu dan aku tidak tahu kapan 'berpisah' akan bermain.

Aku tak tahu akan seperti apa nanti tanpamu. Pada cerita, pada hujan, pada hitam, pada tanaman, pada film, pada Mekah, pada impian kita, pada keluh kesah, pada dvd, pada semangat yang saling kita bagi, pada doa-doa yang sembunyi, pada aku, pada kamu, bagaimana semua itu jika tanpamu?

Maka setelah aku jatuh cinta pada hadirmu, aku akan belajar jatuh cinta pada pergimu kelak. Pada semogaku, bahagialah selalu.

23:03 WIB
Tangerang

Kamis, 21 April 2016

Siti Aisyah Masa Kini

“Wanita itu tiang negara, bila dia (wanita) baik, maka baiklah negara itu. Akan tetapi, bila wanita itu rusak maka rusaklah negara itu.” (HR. Muslim)

Jujur, cerdas, pandai, tegas, darmawan, dan berani adalah karakter wanita yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa ini. Sudah menjadi sejarah bahwa RA Kartini adalah pejuang hak-hak wanita untuk menjadi kaum yang mandiri hingga mendapat kesejajaran hak dengan kaum pria pada masa itu. Karena perjuangannya, para kaum wanita saat ini mendapatkan haknya di berbagai bidang pekerjaan. Ruang untuk wanita telah diberikan dan memiliki banyak kesempatan untuk terus berkarya tanpa memperhatikan gender.

Wanita sangat berperan besar dalam mewarnai dan membentuk dinamika zaman. Lahirnya generasi-generasi yang unggul, bermoralitas tinggi, cerdas, dan memiliki nilai-nilai agama tidak luput dari sentuhan seorang Ibu. Seorang penyair dari Arab berkata, “Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Bila engkau persiapkan dengan baik maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang baik dan kuat.” Itulah sebabnya wanita harus meningkatkan kualitas dirinya, karena perempuan yang akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya.

Jauh sebelum RA Kartini yang memiliki semangat yang kuat serta tekad yang luar biasa, ada Siti Aisyah yang memiliki kepribadian cerdas, tangguh, dan tegas dalam mengambil sikap untuk menegakkan hukum Islam. Siti Aisyah adalah wanita yang selalu haus akan ilmu. Ia banyak menghafalkan hadits-hadits Nabi Muhammad. Sehingga beliau mendapat gelar Al-Mukatsirin (orang yang paling banyak meriwayatkan hadits). Begitu banyak keteladanan yang dapat dicontoh. Adapun hal yang cukup heboh adalah kurangnya moralitas wanita pada zaman sekarang. Ini adalah masalah terbesar bagi kaum wanita.

Banyak wanita yang memiliki kecerdasan, namun moralnya begitu rendah. Inilah yang menjadi dasar dalam pembangunan bangsa. Sibuk meningkatkan pendidikan dari S1, S2, hingga S3, tetapi kebobrokan moral sangat terlihat nyata. Kecerdasan tanpa moralitas hanya menjadi wacana untuk pembangunan bangsa yang diharapkan.

Bisa kita bayangkan jika wanita sadar akan perannya dalam membangun bangsa. Sudah tentu bangsa ini akan menjadi bangsa yang kita harapkan selama ini. Tidak hanya kecerdasan atau strategi yang harus ditingkatkan, tetapi nilai agama yang juga turut berkonstribusi dalam membangun bangsa. Bukan saatnya lagi wanita bertahan pada sifat ‘kelemahan’ yang dimilikinya dan juga bukan berarti harus berteriak-teriak di jalanan, demo mempeributkan hal yang sia-sia, tetapi dengan anggun dan terhormat wanita dapat membuktikan bahwa wanita juga memiliki prestasi yang mampu mendobrak peradaban bangsa bahkan dunia.

Jadilah Siti Aisyah masa kini yang bersikap bijak dan berani serta tidak melupakan nilai agama. Jika perempuan lebih condong ke intelektual tanpa memperhatikan agama, bangsa yang cerdas hanya akan menjadi mimpi abadi. Manfaatkan apa yang sudah RA Kartini perjuangkan, yaitu emansipasi wanita. Kesempatan sudah banyak terbuka di bangsa ini. Jadilah wanita tangguh dan bermoralitas tinggi.

Presiden Eksekutif Institut Leimena, Jacob Tobing, dalam buku Megawati Anak Sang Putra Fajar: “Ini Abad 21: Perempuan jangan cengeng menuntut ini itu, buktikan bahwa Anda bisa. Peluang untuk itu terbuka lebar sekarang dan Anda berhak pada posisi atau jabatan itu, bukan dengan cara mengemis atau diberi sebagai hadiah.”

Tangerang, 21 April 2016
Aravinda Kusuma Arrafah

Senin, 01 Februari 2016

Februari ke-3

Akhirnya, aku bertemu denganmu lagi. Sebagian orang di bulan ini tak ada yang spesial, sebagian lagi ada yang spesial, dan sebagian lagi hanya biasa saja.

Aku adalah perempuan yang ketika itu bersyukur kau hadir di hidupku, setelah Ibumu. Kau Februariku, entah mengapa hari lahirmu menjadi perihal penting yang harus kusyukuri. Ingatanku melulu tentangmu.

Sekarang, tak seperti dulu. Satu dua kali aku membencimu atas masa lalu. Satu dua kali aku menyesali kau pernah begitu lincah atas sandiwara. Satu dua kali, bahkan berkali-kali aku tak pernah berhasil meninggalkanmu dengan utuh. Dan masih banyak satu dua kali yang aku tak sukai.

Bayangmu, bicaramu, senyummu, yang kurang ajar melesat dengan indah di pikiran. Ini Februari ke-3, aku masih tak kenal lelah. Bagaimana hanya kamu yang bisa seperti ini?

Dua hari kemarin, aku berturut-turut bertemu dan sesekali berbincang denganmu. Kau tahu? Kau telah membangunkan kupu-kupu di perutku. Tidak, aku tidak akan berharap seperti dulu. Biar saja, dia diam-diam terbang ke seluruh tubuh. Ada sesak, ada rindu yang harus kubicarakan. Dia mengganggu tidur lelapku.

Tapi lelaki, ketahuilah aku pandai untuk bahagia. Aku pandai menciptakan tawa. Ini semua karena Tuhan bekerja sama denganku, untuk belajar hidup tanpamu.

Ada sisi hati berbisik yang begitu yakin, kau adalah milikku. Kau tetap di sisiku. Syukurku sekali lagi, kau benar-benar tidak hilang. Aku bahagia seperti ini, aku bahagia. Masa lalu yang kuhormati, mengajarkan arti banyak di hidupku yang sekarang. Mencintaimu seperti ini, membuat aku lebih dekat dengan Penciptaku.

Cinta yang terburu-buru membuat binasa, biarkan cinta dan waktu berdiskusi. Atas sakitku, atas lukaku, atas masa laluku, sudah kulupakan. Kau telah menjadi bagian doa masa depanku. Bagaimana pun nanti jadinya, Tuhan selalu bekerja dengan sangat baik. Dunia penuh kejutan. Masih cintanya kau denganku atau tidak, aku tidak peduli. Karena dengan tangan Tuhan, Dia mampu mengubah semuanya.

Sepotong catatan ini membuktikan bahwa tahun-tahun, bulan-bulan, dan hari-hari yang berlalu, kurang cukup lama aku bisa melepasmu seluruh.

Kau, Februariku. Tak usah berpikir banyak atas ini. Karena aku tak berniat mengganggumu. Hiduplah sehidup-hidupmu. Doaku selalu mengiringimu.

Ditulis pada,
01/02/2016, 21:47 WIB
Tangerang
Ara