Menulismu adalah kegemaranku, tapi kini aku berusaha menghilangkannya.
Rumahmu adalah pulangku, tapi kini aku berusaha lapang, karena kau tak memberi izin.
Tawamu adalah bahagiaku, tapi kini aku berusaha mencari bahagia lain, karena kau mulai samar.
Sikapmu adalah tahu diriku. Abaimu adalah sadarku.
Dan kini aku berusaha mengurungmu.
Entahlah, begitu cepat semua terjadi. Sakit, patah, hancur, mulai terasa di ulu hati. Kau yang awal amat manis, namun sekarang hilang lenyap tanpa permisi. Begitukah semua lelaki?
Aku yang berharap tinggi, atau kau yang memang tak punya hati? Apa mungkin ada perempuan lain yang juga terluka?
Tenanglah, tenang, aku sedang tidak emosi. Tenang...
Lain kali jagalah lisan dan tingkahmu, pikiranmu tak sama apa yang dipikirkan para perempuan.
Lebih baik aku putuskan,
Aku yang terlalu berharap tinggi. Aku yang salah. Aku salah, tuan.
Perempuan ini hanya terluka. Tersayat hatinya. Hati yang sudah disiapkan untuk mencinta dengan sebaik-baiknya. Kuharap masih ada sisa ruang untuk mencinta lebih baik lagi.
Aku sibuk mendoakanmu, kau malah sibuk menyakitiku. Bagaimana sih? Ini kerjasama yang curang!
Malam ini, aku sudah mendoakanmu. Sangat terbaik. Aku tak minta diaminkan, cukuplah diam, Tuhan tahu mana yang terbaik untukku. Baik didekatkan, buruk dijauhkan. Semoga kamu kelak, baik untukku. Mungkin memang bukan sekarang, bisa jadi esok, lusa, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Atau mungkin tak sama sekali. Jika iya, pasti aku telah mencintai lelaki yang memang untukku.
Semoga kamu baik, dan mendapat perempuan baik. Seimbanglah dengan perkataan dan tingkahmu. Jangan menebar jala sana sini, nanti ada yang membencimu. Baik-baiklah menjadi lelaki. Kau seperti ini saja, aku masih mencintaimu. Eh, oh iya aku lupa. Aku kan sedang berusaha mengurungmu. Doakan aku, cepat-cepat melupakanmu hehehe. Jika menurut Tuhan baik, pasti Dia membuatku lupa :)
Ditulis pada
5/10/2015, 21:10 WIB
Tangerang
Ara
ceritanya bagus bgt
BalasHapus