Kamis, 25 Juni 2015

Gemar Menulismu

Kita memang pernah sedekat nadi, sebelum sejauh matahari.
Kita memang pernah ingin mencoba, sebelum akhirnya dijauhkan.
Kita memang pernah saling menguatkan, sebelum adanya pengabaian.

Izinkan aku menulis tentangmu lagi...

Beberapa hari lalu, kau berkata bahwa sudah move on dari masa lalu. Kabar bahagia yang begitu amat kutunggu. Semoga tak sekadar wacana, ya, tuan...
Tapi bagiku, move on atau belum move on, tak masalah. Semoga hidupmu selalu tenang dan bahagia.

Entah...
Aku amat gemar menulismu.
Mungkin karena dulu kau pernah membuat jejak (sedikit) dalam hariku. Ketika kau baca ini, pasti kau akan cepat merasa bahwa tulisan ini bercerita tentangmu dan jangan lupa doakan aku juga agar cepat move on dari masa lalu. Aku ingin sepertimu hehe :)

Oh iya, kau juga sempat memposting ini

"Di balik orang yang susah move on, ada mantan yang hebat. Dan di balik orang yang berhasil move on, ada orang baru yang lebih hebat"

Sepintas aku langsung tersenyum membacanya. Semoga orang barumu itu tak merasakan fase kegagalan move on mu, ya :p
Aku yakin, orang baru itu benar-benar hebat dan mampu membuatmu nyaman di setiap harinya. Kau memang pantas mendapatkannya.

Sepertinya, aku sangat mengagumi sifat hatimu. Kita berkenalan memang sangat singkat, tapi aku merasakan di setiap detiknya kalau kamu begitu tulus. Tadinya, aku ingin bilang ini secara langsung. Tapi aku takut kamu kepedean, jadi lebih baik aku tulis. Aku cari aman saja.

Aku memang tak ada di hatimu, dan mungkin kamu juga tak ada di hatiku. Tapi segala tulisan begitu lancar jika mengingatmu.

Jika berbicara tentang move on, setelah aku berdoa di waktu maghrib. Aku dapat pikiran bijaksana agar selalu berbaik sangka pada Tuhan.

1. Orang yang susah move on itu diselamatkan. Karena Tuhan menjaga kita agar tidak disakiti oleh orang baru.
2. Orang yang susah move on bukan berarti tak bisa lepas dari masa lalu. Karena Tuhan menjaga hati kita agar tetap satu. Siapa tahu orang yang susah di-move on-in itu adalah jodoh kita. Who knows? :p
3. Orang yang susah move on itu hebat. Karena Tuhan melatihnya setiap hari agar tetap sabar dari rasa cemburu dan rindu yang besar.

Begitu banyak "karena" mengapa Tuhan tak membantumu dari move on. Dan karena berbaik sangkalah yang paling menenangkan. Juga akan ada "karena" yang lain jika berhasil move on. Misalnya kamu. Mungkin memang bukanlah dia yang akan menjadi teman hidupmu. Aku turut bahagia kau menemukan orang baru.

Jangan ada lagi kegagalan move on, ya. Kamu terlalu istimewa.

(Sahabat) perempuanmu,
Ara

Ditulis pada
25/6/2015 09:58 PM
Tangerang

Jumat, 19 Juni 2015

Kekuatan Kecil

Aku ingin di bulan yang mustajab atas doa-doa, ini kali satu tangisan terakhir.

Aku ingin di bulan yang mustajab atas doa-doa, ini kali terakhir berharap sesuatu yang hilang untuk kembali.

Aku ingin di bulan yang mustajab atas doa-doa, ini kali terakhir aku bertanya kabar pada jiwa yang sudah jauh.

Bukan menyerah. Sama sekali bukan. Tapi cinta diam-diam ini dan semesta yang sekian lama bermusyawarah telah menemukan titik hasil. Semesta meminta tubuhku untuk berhenti mengingatnya, menulis tentangnya, dan mencintainya.

Seseorang di masa lalu itu harus bahagia tanpaku, tak boleh terganggu atas keberadaanku, tak boleh terbebani atas sikapku. Maka semuanya (tak) akan baik-baik saja.

Tuhan mungkin bosan mendengar namanya, maka Ia memberiku beberapa isyarat untuk lebih menjauhinya.

Selama ini lelaki itu kuanggap sebagai rumah, rupanya aku tak menyadari, dia bukan rumah bersetifikat. Tapi bodohnya aku, mengapa tak lantas pergi?

Beberapa musim terus berlalu dan aku masih berkubang di dalamnya. Bukan karena tak ingin pergi bersama yang lain, aku hanya malas memulai semuanya dari awal bersama orang lain yang menunda kesakitan berikutnya.

Seharusnya aku menyadari, lelaki di masa lalu itu sudah bersama seorang baru yang telah membuatnya jatuh hati. Maka aku salah jika terus menanti. Biarkan waktu yang membuatku beranjak dari kubangan itu. Aku hanya sedang menikmati rasa yang ada, yang mungkin rasa itu akan segera mati. Ya, sangat segera.

Sebelumnya, aku berniat untuk mencintai diam secara hebat, tapi nyatanya tubuhku tak cukup kuat jika harus menelan beberapa beling yang ia lempar perlahan. Ketika masa lelah yang selama ini kutunggu, akhirnya mendarat tepat malam ini, bersamaan abai yang berulang-ulang datang darinya. Beruntung, logikaku cepat berputar. Aku memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya terbang bebas.

Untuk segala doa, ia masih setia menjagamu. Dari jauh, sangat jauh. Sekarang, hanya ketenangan yang ingin kumiliki, bersama tulisan-tulisan usang masa lalu, dengan bumbu keikhlasan yang besar selalu. Semoga selalu ada harap untuk masa yang akan datang pada lapangnya dadaku.

Ini sebagian kekuatan kecil untuk sekadar tak mengingatmu.

Tangerang
19 Juni 2015, 22:52 WIB

Aravinda Kusuma Arrafah

Kamis, 18 Juni 2015

Sesak Nafas

Merinduimu amat gejolak, terlalu sering diabaikan dengan galak; sesak nafas.

Mencintaimu dengan persembunyian terhebat, di hati dan pikiran yang selalu berdebat; sesak nafas.

Menangis menahan cemburu, dengan segala luka yang memburu; sesak nafas.

Semakin sakitnya sebuah kenangan, berbanding jauh dengan kenyataan; sesak nafas.

Tuan, mengapa sesesak ini memperhatikanmu?

Menyimpan segalanya sendiri, tak jarang membuatku emosi.
Membuat semuanya terlihat baik, tak jarang membuatku munafik.

Aku pernah berniat melupakanmu, sekadar ingin mengikutimu yang lebih dulu melakukannya, tapi ternyata aku tak sepandai kamu.

Aku pernah berniat meninggalkanmu, lagi-lagi sekadar ingin mengikutimu, tapi langkahku justru selalu mencari langkahmu.

Aku pernah berniat menahanmu, kala kamu ingin pergi meninggalkanku, tapi siapa aku? Aku hanya menjawab, "Iya, tak apa".

Terlalu banyak perkataanmu yang selalu menjadi kekuatanku sekarang. Kamu tak pernah tahu kan?

Terlalu banyak janji yang kau beri, yang pada akhirnya tak ada satu pun janji yang aku percaya. Kamu tak pernah tahu, kan?

Terlalu banyak mengingatmu, tanpa melakukan apapun selain berdoa. Kamu tak pernah tahu, kan?

Sudah-sudah, semuanya juga kau tak akan pernah tahu. Bahkan ketika aku menulis ke-sesak nafas-anku ini. Mungkin kau tak mau tahu.

Beruntungnya dirimu selalu menjadi sumber tulisanku. Kelak jika bukan kamu yang bersanding denganku, aku akan bercerita pada anak cucuku :)

Aku hanya ingin mengaku, bahwa sampai detik ini kamu yang selalu menjadi tokoh utama dalam tulisanku. Kau tahu artinya? Ya, aku masih mencintaimu. Dengan segala sesak nafas yang kusimpan.

Ara

Tangerang
18 Juni 2015, 22:47 WIB

Minggu, 14 Juni 2015

Nggak salah, kan?

Beberapa hari lalu, ada seorang perempuan yang sedang gemar  melamun. Begini maksudnya, dia ingat kejadian-kejadian lalu denganmu. Kamu yang tiba-tiba datang di kehidupannya. Saat seseorang di masa lalunya pergi meninggalkan tombak. Perlahan mengubah harinya. Mana mungkin tidak? Sapamu tak pernah alpa, tawa selalu diberikan setiap hari, tentu dia merasa nyaman. Serta perhatian yang kamu berikan dan bahagia yang kamu janjikan. Perempuan mana yang tidak suka diperlakukan lelaki sepertimu. Kamu baik dan sangat menyenangkan menurutnya.

Begitu mudahnya untuk menyebut, "aku nyaman denganmu". Padahal sebelumnya dia tak pernah berkenalan dan bertemu.

Panggilan sayang yang pernah kamu lakukan membuat dia bertanya simple tapi bermakna indah. Kamu mencintai dia? Komunikasi yang tak pernah putus, telepon hingga larut malam, dan beberapa jadwal untuk bertemu, semakin mudah dia menyimpulkan ini cinta. Tapi memang benarkan kamu tertarik dengannya? Kamu juga sempat bilang ke dia, bahwa kamu sedang pendekatan dengannya. Jadi, ya, dia tak salah. Itu adalah cinta.

Tapi, singkat. Kamu menghilang. Kamu mempermainkan dia. Dia kira kamu berbeda, ternyata kamu hanya sepintas lewat di depannya. Dia tak salah kan mengartikan sapa, tawa, serta senyummu yang lalu? Mengapa kamu dulu sekepo dan sangat intens menanyakan banyak hal padanya? Ternyata kamu hanya penasaran. Kasihan, dia terlalu mendalami rasa itu.

Tak apa, dia paham dengan situasimu. Lain kali, jangan perlakukan hal semacam itu pada perempuan lain. Dia takut mereka minta pertanggungjawaban atas kelakuan baikmu yang telah membuat perempuan jatuh hati. Dia takut perempuan lain tak mengerti kondisimu. Yang pada akhirnya justru berujung caci maki.

Dia nggak salah, kan?

Mungkin kamu merasa sedang menjadi tokoh utama di beberapa tulisannya. Bacalah dengan hati, agar sampai tepat pada hati. Semoga kegagalan move on mu segera berakhir.

Salam,
Dia.

14 Juni 2015, 21:33 WIB

Senin, 08 Juni 2015

Rahasia 'Kita'

Tuan, rupanya tak ada satupun yang tahu tulisanku bermuara kemana. Apakah kamu juga termasuk orang yang tak tahu? Atau tak mau tahu? Atau bahkan menjadi orang yang tak ingin peduli? Tak apa, aku mengerti.

Jika kamu membaca satu per satu tulisanku. Dan kamu merasa itu semua adalah tentangmu, mungkin iya. Atau jika kamu bisa jadi orang yang kegeeran. Tapi jika benar-benar kamu merasakannya, baiklah akui saja, itu semua memang tentangmu.

Aku peringatkan, biarkan 'kita' saja yang tahu tulisanku untuk siapa. Jangan biarkan mereka tahu. Aku benci jika mereka mulai sok tahu perihal melupaku karena luka (yang kau beri).

Aku ini perempuan yang pandai melupa. Melupa bagaimana memperbaiki bahagia yang sebenar-benarnya tulus bahagia. Melupa jika lembaran rindu terabaikan. Melupa jika aku menangis. Melupa jika aku meringis. Tak apa, Tuhan tak (pura-pura) diam. Aku yakin, semua akan terbayar pada satu titik dimana aku menemukan satu pintu untuk kebahagiaan, bersama cinta yang kuharapkan.

Sekarang, aku titipkan satu hatiku padamu. Jika kau ingin cintai atau lukai (lagi), terserah padamu.

Salam,
Ara

6 Juni 2015, 20:18 WIB