Merinduimu amat gejolak, terlalu sering diabaikan dengan galak; sesak nafas.
Mencintaimu dengan persembunyian terhebat, di hati dan pikiran yang selalu berdebat; sesak nafas.
Menangis menahan cemburu, dengan segala luka yang memburu; sesak nafas.
Semakin sakitnya sebuah kenangan, berbanding jauh dengan kenyataan; sesak nafas.
Tuan, mengapa sesesak ini memperhatikanmu?
Menyimpan segalanya sendiri, tak jarang membuatku emosi.
Membuat semuanya terlihat baik, tak jarang membuatku munafik.
Aku pernah berniat melupakanmu, sekadar ingin mengikutimu yang lebih dulu melakukannya, tapi ternyata aku tak sepandai kamu.
Aku pernah berniat meninggalkanmu, lagi-lagi sekadar ingin mengikutimu, tapi langkahku justru selalu mencari langkahmu.
Aku pernah berniat menahanmu, kala kamu ingin pergi meninggalkanku, tapi siapa aku? Aku hanya menjawab, "Iya, tak apa".
Terlalu banyak perkataanmu yang selalu menjadi kekuatanku sekarang. Kamu tak pernah tahu kan?
Terlalu banyak janji yang kau beri, yang pada akhirnya tak ada satu pun janji yang aku percaya. Kamu tak pernah tahu, kan?
Terlalu banyak mengingatmu, tanpa melakukan apapun selain berdoa. Kamu tak pernah tahu, kan?
Sudah-sudah, semuanya juga kau tak akan pernah tahu. Bahkan ketika aku menulis ke-sesak nafas-anku ini. Mungkin kau tak mau tahu.
Beruntungnya dirimu selalu menjadi sumber tulisanku. Kelak jika bukan kamu yang bersanding denganku, aku akan bercerita pada anak cucuku :)
Aku hanya ingin mengaku, bahwa sampai detik ini kamu yang selalu menjadi tokoh utama dalam tulisanku. Kau tahu artinya? Ya, aku masih mencintaimu. Dengan segala sesak nafas yang kusimpan.
Ara
Tangerang
18 Juni 2015, 22:47 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar