Aku seperti bumi dan kau matahari.
Aku seperti ilalang dan kau rumput segar.
Aku seperti lumpur dan kau air jernih.
Aku merasa kalah, tapi tak ingin menang.
Aku mencintaimu sudah begitu tenang.
Jangan kau buat aku semakin kunang.
Tidak memiliki, tapi seperti ada yang hilang.
Kau semakin hari selalu melayang, hingga membuat kepalaku kepayang.
Kau melekat erat pada bayang.
Sungguh tak ingin kelak kau hanya menjadi bagian kenang.
Aku merasa kalah, tapi tak ingin menang. Ini bukan perlombaan. Ini bukan kompetisi memenangkan sesuatu. Tenanglah, aku hanya merasa kalah. Belum benar-benar kalah.
Seperti ada yang menghantam perlahan. Layaknya sembilu yang merobek pelan pada sisi hati. Sesuatu yang entah apa itu namanya.
Mengapa mencintaimu bisa sekhawatir ini? Sepandai-pandainya manusia berkata tak boleh egois. Hati ini selalu tak mau merasa kalah. Tapi aku tak ingin menang. Ah, apa ini?
Aku merasa kalah, tapi tak ingin menang.
Ini hanya bagian orasi hati, yang ingin sekali kuucap kencang.
Seperti ada yang sesak dan sesuatu yang menahan. Memaksa. Sangat pilu.
Tenang.
Sabar.
Dalam doa.
Mencintaimu begitu sembunyi. Sunyi. Sepi. Dan tahu diri.
Biarlah aku sibuk mendoakanmu, dan kamu semoga bersedia untuk mengaminkan.
Tetaplah tenang, aku baik-baik saja. Semoga ini hanya sebatas perasaan. Aku tak kalah. Semoga memang tak kalah.
Seperti inilah aku mencinta. Tetaplah tenang. Menulis adalah kegemaran. Jadi tak usah dipikirkan.
Adalah kamu; kerinduan yang menjadi candu di setiap tulisanku yang tak syahdu. Aku memang tak berjanji akan selalu menulismu, tapi kau berhasil menjadi abadi dalam tulisanku. Aku mencintaimu.
Ditulis pada
17/09/2015, 19:44 WIB
Tangerang
Ara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar