Kau tahu apa yang lebih menyakitkan dari patah hati?
Bertahan untuk tidak mengungkapkan. Bahkan lebih dari itu.
Kau tahu apa yang lebih memilukan dari kehilangan?
Bertahan untuk tidak jujur dari sebenarnya. Bahkan lebih dari itu.
Kau tahu apa yang lebih menyedihkan dari kerinduan?
Bertahan untuk tidak bicara, dari cinta yang seharusnya dibicarakan. Bahkan lebih dari itu. Sekali lagi, sakitnya melebihi dari itu.
Seharusnya aku berhenti menebak isi hatimu, dan mungkin juga aku harus berhenti dari segala tentangmu. Tapi hati ini terus meronta menyebut nama yang di hatinya tak ada namaku.
Kau indah, dan aku jauh dari keindahan. Memintamu seperti aku tak tahu diri pada Tuhan. Meminta ciptaan-Nya yang sedangkan diri ini begitu tak pantas bersanding denganmu.
Bertahan pada suasana yang tidak baik-baik saja. Membuat aku meronta kesakitan di balik rahasia. Sakitnya begitu memilukan. Ini semua dalam masalah. Hati ini dalam masalah. Semua tidak baik-baik saja, tuan. Aku kesakitan. Sakitnya lebih dari itu...
Jangan terbawa perasaan jika kau membaca tulisanku yang satu ini. Perempuan ini senang menghiperbolakan sesuatu. Seiring waktu kau akan terbiasa dengan ke-melankolisan-ku. Perempuan ini hanya senang menulis apa yang sedang ia rasakan. Perempuan ini menyadari satu hal, "Jangan terlalu berharap. Jika hari ini membahagiakan, bisa jadi esok hari mengecewakan. Tetaplah menjadi seorang yang selalu bersyukur dan ikhlas terhadap sesuatu yang terjadi".
Adalah mencintaimu; bahagia atau kecewa adalah salah satu bentuk yang harus kuikhlaskan. Tuhan selalu mempunyai alasan, dan mencintaimu adalah anugerah dari Tuhan.
Mencintaimu dalam diam, memang menyakitkan. Bahkan lebih dari itu. Tetapi tenanglah, perempuan ini selalu tahu cara mengendalikannya, yaitu dengan sebuah doa sederhana, karena itulah penghubung terbaik dalam kamus kehidupan.
Ditulis pada,
22/09/2015, 17:26 WIB
Tangerang
Ara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar