Jumat, 24 Oktober 2014

Berlabuh

Dear senjaku, akhirnya perahuku sudah berlabuh.

Entah apa yang membuatku memilihnya menjadi partner dalam merajut mimpi-mimpi besarku. Kau tahu? Luka-lukaku dibasmi olehnya dalam sekejap. Tuhan mengirim malaikat untukku. Aku merasakan rindu yang tulus darinya. Mata yang penuh penyesalan dan siap membahagiakanku. Dia sangat mencintaiku. Aku merasakan bahwa ia jujur dan benar-benar menyesal membuatku luka pada saat itu.

Aku tak bilang bahwa aku jatuh cinta padanya, mungkin belum.

Ia selalu ada saat aku membutuhkan sandaran. Dia selalu memberiku semangat. Bahkan dia menyuruhku untuk mempertahankanmu. Dia sangat baik, Di.

Ada satu yang harus kamu tahu. Inspirasiku kembali berpendar. Saat kemarin kau mulai meredupkannya dengan ketegaanmu.

Katamu mungkin terlalu cepat, atau hatiku mudah melupakan. Tidak. Itu salah. Tuhan Maha Baik. Ia tak ingin hariku dipenuhi air mata. Sungguh membosankan bukan? Doaku didengar olehnya.

Kau bagaimana? Perahumu sudah berlabuh? Terima kasih sudah memberiku tawa selama ini. Semoga kau tak pernah sepi dan selalu bahagia. Kau orang yang istimewa, Di.

Ada yang masih kusembunyikan, biarkan ini menjadi rahasia hati.

Tertanda,
Ara

11:17 WIB, 25 Oktober 2014

Kamis, 16 Oktober 2014

Layang-Layangku (Hampir) Rusak

Tarik - ulur - tarik. Kencang. Ulur lagi - tarik lebih kencang. Kendali stabil. Peganglah! Kemudian tarik - ulur - tarik lagi, begitu seterusnya. Tujuannya apa lagi? Jika untuk mempertahankan layang-layang tetap di sana. Terbang bersama awan.

Kita telah menerbangkan layang-layang bersama. Aku yang memegang layang-layangnya dan kau yang mengulurnya terbang tinggi. Kemudian bersama-sama kita menjaganya. Kau terlihat sibuk mengulur bahkan sesekali menggulung benang di kaleng bekas cat itu. Aku tersenyum melihatmu. Layang-layang kita menawan di atas sana. Kadang aku yang mengendalikan layang-layang itu tetap stabil. Begitu seterusnya, bergantian.

Lalu aku melihat wajahmu begitu lelah, jenuh, untuk senyum pun kau segan. Kau yang sedang memegang kaleng benang, tiba-tiba kau melemparnya dan kau berbalik badan meninggalkanku sendiri. Layang-layang ini bagaimana? Aku tak ingin meninggalkannya.

Turunkan dulu. Baru kita pulang...

Teriakku dari kejauhan. Namun sia-sia, untuk melirik pun dia tidak. Aku tak bisa menurunkannya sendiri. Layang-layang ini diterbangkan bersama-sama. 

Wusss...

Angin semakin banyak di senja hari. Aku semakin tak kuat menahannya sendiri. Aku tak ingin layang-layangku rusak. Layang-layang kita.

Kau semakin jauh. Hilang. Dimakan senja yang semakin redup. Aku kelelahan meneriakimu. Hampir menangis.

Untuk sekali lagi,
Aku menatap lamat-lamat layang-layang kita. Air mataku jatuh, setitik dua titik.

Kau tega...

Lirihku kesakitan.

Sebelum kita menerbangkannya hingga menjulang tinggi menawan. Kau bilang, akan menjaga layang-layang itu. Bukan kau saja, aku pun demikian. Kita kerjasama menjaga layang-layang itu tetap di sana. Namun apa...

Aku bertekad. Tetap di sini. Menunggumu memegang kendali layang-layang ini. Lalu bersama lagi kita menjaganya.

Aku mohon, kembalilah dengan tujuan menetap. Bukan untuk mengulur hingga habis benang lalu layang-layang lepas terbawa angin. Jangan. Aku mohon, kembalilah untuk menetap.

Ingat, aku tak pernah mengulurnya sampai habis. Layang-layang ini hampir rusak. Aku takut kelelahan, aku benar-benar sendiri. Menunggumu.

Penampilanku yang kumuh, kusam, mata sayu berair, dan dengan kerudung merah muda yang sudah sangat kotor. Membuat mereka yang melewatiku mengataiku bodoh. Sungguh aku hancur, begitu sakit menusuk tembus. Aku selalu menjawab, "Lelakiku akan kembali. Dia akan berubah". Lalu menangis lagi, kuat lagi, tersedu lagi, semangat lagi, terpuruk lagi, dan ah seterusnya selalu begitu. Sungguh melelahkan mencintai lelaki itu.
Meskipun aku tutup telinga rapat. Aku selalu saja mendengar kicauan mereka yang menyuruhku untuk melepas layang-layang itu. Ah! Andai saja aku tak sedang memegang kendali layang-layang ini, sudah aku timpuk dengan batu yang di sampingku. Menjengkelkan.

Mengertilah...
Percayalah...
Bertahanlah...

Layang-layang ini akan diturunkan bersamanya. Lalu diperbaiki bersama, kemudian menerbangkannya lagi.

Layang-layangku yang hampir rusak ini, masih kupegang kendali. Ya, layang-layang kita lebih tepatnya.

Salam,
Ara

20:49 WIB, 16 Oktober 2014

Kamis, 09 Oktober 2014

Menjadi Perempuan

Perempuan,
Bukanlah wanita apalagi cewek.

Perempuan,
Dari namanya ia memiliki kasih sayang dan juga sangat terhormat.

Perempuan,
Rambutnya yang kata orang adalah mahkota. Bahkan Tuhan memerintahkan untuk menjaga mahkota itu agar tetap berkilau.

Perempuan,
Matanya yang terkadang sangat bahaya. Tajam dan dalam, siapapun bisa jatuh cinta padanya. Hanya karena terpana.

Perempuan,
Pipinya yang kemerahan membuat orang yang melihatnya begitu manisnya dia saat tersipu.

Perempuan,
Bibirnya yang cantik ketika tersenyum membuat siapapun melihatnya ikut bahagia -- hingga jatuh cinta pada pandangan pertama.

Perempuan,
Siapalah yang tak kenal sosoknya? Selalu ribut dengan urusan perasaan, harapan, dan air mata. Bahkan kebohongan tak jauh dari perempuan saat ia terluka. Ya, tersenyum saat terluka. Itu yang sering perempuan katakan.

Aku adalah si perempuan. Si melankolis sejati. Selalu bergejolak dengan hati. Kata orang aku adalah perindu akut.

Aku adalah si perempuan. Si melankolis sejati. Memperlakukan setiap orang bukan bermaksud berlebihan, tapi selalu mengistimewakan. Siapapun dia...

Aku adalah si perempuan. Si melankolis sejati. Selalu mengalah dan pasrah, hanya untuk membahagiakan sosok yang dicintainya.

Hati seorang perempuan, si calon Ibu. Berada di dalam tubuh, terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Itu kata wikipedia. Namun kata si perempuan hati berada di lorong sepi, jutaan angan dan harapan melangit sepanjang lorong. Kadang temannya si hati, yaitu si otak tak jarang diabaikan, sungguh malang.

Perempuan,
Senang dengan drama. Apapun kejadian ia jadikan drama. Maka tak jarang banyak lelaki berkata, perempuan mudah menangis. Namun jika lelaki memahami dramanya si perempuan, beruntunglah si lelaki ia bisa mengerti arti diamnya perempuan.

Tentang airmata,
Perempuan memiliki kekuatan terampuh di dunia. Ya, airmata. Butiran kecil mengkilap yang penuh makna. Airmata jatuh biasanya karena ada yang menyambar bagian hati. Entah sesuatu yang merusak harapan atau sesuatu yang indah hingga hati tak bisa menampung, akhirnya jatuhlah si airmata.

Begitu bangganya aku menjadi perempuan,
Pikirannya yang selalu melangkah lebih jauh dan berpikir begitu maju. Siapapun ingin dibuatnya bahagia. Siapapun ingin dicintai olehnya. Kelembutan, ketulusan, kesabaran, ada semua pada si perempuan.

Perempuan itu bukan lemah. Namun perempuan terlalu kuat. Pahamilah kami...

Ingatlah,
Jangan pernah membuatnya terluka. Karena doa si perempuan begitu dahsyat, apapun ia selalu menghadirkan hati. Nanti kau kualat :)

Aku adalah si perempuan. Yang selalu mencintaimu dengan segenap perasaan, harapan, dan air mata. Akulah melankolis sejati.

Tuan,
Jaga Ibumu sebagaimana dulu Ibumu seorang perempuan yang menjaga kekasihnya. Kekasihnya hingga sekarang.

Tuan,
Jaga hatimu sebagaimana aku si perempuan yang selalu menjaga hati untukmu.

Jadikan aku perempuanmu...

Salam,
Salah satu perempuan di dunia,
Ara.

22:13 WIB, 9 Oktober 2014

Rabu, 08 Oktober 2014

Rinduku Membeludak (lagi)

Apakah aku takut dengan laki-laki? Apakah hanya Ayahku saja yang baik, yang menyayangiku seutuhnya. Apa karena alasan aku adalah darah dagingnya? Lalu apakah aku harus menjadi darah daging laki-laki itu dulu agar aku merasakan laki-laki baik?

Perempuan berpikir dengan perasaan. Laki-laki berpikir dengan logika. Logika? Benarkah? Aku bahkan hampir tak percaya lelaki benar-benar berpikir dengan logika. Jika betul, logika mereka untuk mengerti apa? Jelaskan padaku...

Jika kau tanya serupa apa rinduku pada laki-laki itu? Akan kujawab, seperti hujan. Butirannya tak terhingga. Rinduku melangit, untuk kesekian kalinya...

Tapi,
Tapi aku takut dengan laki-laki. Hati yang berserakan. Ada luka di sana. Sakit. Sakit sekali. Bagaimana dengan rinduku? Bagaimana menolong hatiku yang selalu dihujam rindu yang kurang ajar?

Waktu demi waktu. Malam demi malam. Hingga pagi lagi. Kau tak kunjung muncul. Aku justru takut, kau tak akan pulang. Hilang. Tak ada kau lagi, sama sekali. Inikah masanya? Merendam kenyataan pahit. Hancur.

Bagaimana mungkin perempuan ini yang sudah hampir mati masih kuat mengangkat tangan? Berdoa untuk laki-laki. Membentang harapan ia akan pulang. Bagaimana mungkin itu terjadi?

Di balik layar. Aku miris. Meringis. Sejadi-jadinya tangis. Kesakitan...

Kau tahu, tuan? Perempuan ini sungguh aneh. Bersama gelap malam, di sudut kamar. Kadang tertawa, kadang menangis. Dihantui bayangmu. Berantakan. Kini adakah pahlawan yang memperbaiki ini semua?

Kau tahu, tuan? Perempuan ini sakit. Jika ada yang berkata kau sudah tak mencintaiku. Sakit menusuk hingga tembus ke langit, melukai bulanku. Dugaan mereka membuatku lemas. Tangisan merengek ingin di suap.

Aku pun juga rindu pada wajah meronaku. Saat aku dibuat meledak oleh sapaanmu. Aku pun juga rindu pada mataku yang basah. Saat aku dibuat menangis bahagia oleh senyum tulusmu. Aku rindu semua. Semuanya yang (hampir) hilang.

Aku takut...
Aku takut kehilangan sosokmu. Sampai kapan aku akan terus seperti ini? Menikmati setiap kata sendirian. Aku rindu, aku rindu berbagi kata denganmu. Apakah kau merinduinya?

Ibu,
Aku ingin bumiku pulang...
Ada banyak yang ingin kutanyakan, soal matematika.

Ibu,
Aku ingin senjaku menjingga lagi...

Pulanglah,
Aku lelah. Sungguh...

Aku rindu pada satu tatapan kita tanpa bicara.

Aku tak sedang bercanda perihal merinduimu.

Salam,
Aravinda Kusuma Arrafah

22:53 WIB, 8 Oktober 2014

Aku Demam, Di

Hai Di, apa kabar? Kau sehat senja ini? Ohya, sudah senja ke berapa ya aku melewati tanpamu? Selama ini kunikmati senja sendirian. Kau tahu? Senja tak indah selama aku tanpamu.

Aku demam, Di. Sekarang aku terbaring sakit. Beberapa hari ini aku tak fokus pada kesehatanku. Justru aku fokus pada bagaimana aku bertahan. Aku tak berani jika harus bicara, "Tetap tinggal, Di". Aku hanya berani bicara, "Pergilah jika kau mau".

Saat seperti ini, aku ingat saat kau terbaring lemah. Kau sakit pada saat itu. Kata dokter, gejala demam berdarah. Ah, jika kau tahu bagaimana hatiku saat itu? Aku gelisah. Mata sayumu, wajah pucatmu, membuat hatiku teriris. Aku sayang padamu. Sungguh. Kau tak banyak bicara. Hanya sesekali kau menatapku, lalu terlelap lagi. Tak ada yang lebih menyedihkan ketika orang yang kita sayang terbaring sakit, hanya dapat mengkhawatirkannya -- dari jauh.

Aku merindukanmu. Aku rindu semua kejadian yang sering membuatku menangis -- terlalu bahagia.

Jika kau baca tulisan ini. Aku minta doamu, agar kesehatanku kembali pulih. Jangan jadikan aku seperti zooplankton ya. Kata Tere Liye, "Zoonplankton dimakan oleh ikan kecil, ikan kecil dimakan ikan sedang, ikan sedang dimakan ikan besar, dan ikan besar akhirnya dimakan oleh hiu. Lu persis berada di strata terbawah piramida makanan".

Kau berjanji, untuk selalu jaga kesehatanmu. Sejak kejadian itu sudah 10 hari tertinggal, jadi aku tak bisa memantau kesehatanmu. Kau tahu diriku bukan? Aku perempuan yang mempunyai radar kecemasan yang tinggi. 

Salam,
Perempuan(mu).

16:03 WIB, 20 September 2014

Selasa, 07 Oktober 2014

Bumi Benar-Benar Berputar

Senja ini aku merenungkan sebuah bumi. Kini, aku sungguh mengerti makna dari "Bumi Berputar". Teori bumi berputar membuat diri ini tertarik untuk menuliskannya.

Setiap manusia memiliki putaran bumi yang berbeda. Kadang ada yang masih di bawah, di atas, di samping, atau  entah di mana. Yang jelas, bumi setiap manusia berbeda. Saat ini pasti ada yang pelan-pelan berputar kembali ke atas, atau justru ke bawah. Apapun putarannya, jangan lupa kita bersyukur. Karena Tuhan yang telah memutarnya. Pencipta si bumi.

Kita tak akan pernah bisa memaksa bumi untuk berhenti. Dia akan tetap berputar tanpa persetujuan manusia. dan sesungguhnya matahari tak pernah tenggelam. Ia hanya terbit di bagian bumi lain. Putaran bumi membuat kita bersabar dan mengerti makna dari kehidupan. Memerlukan hati yang ikhlas dan damai untuk menikmati setiap putarannya.

Kita tak pernah tahu esok akan berputar ke arah mana. Entah itu kesedihan, kekecewaan, atau kesenangan. Kita hanya perlu menikmatinya. Bukan berarti bintang kita hilang, bumi hanya sedang berputar.

Aku sungguh bahagia mendengar kabar-kabar yang membahagiakan dari mereka. Bumi mereka kembali. Bumi mereka sedang berputar ke atas.Pelan-pelan matahari mereka terbit. Senyuman dan tawa mereka kembali merekah. Semoga ketika bumi mereka kembali ke bawah, ia tahu harus bersandar kepada siapa. Mempunyai cukup perbekalan untuk tetap bersyukur. Kau tak bisa atau memaksa bumimu berhenti sehingga kau tetap di atas, selalu siaplah. Karena bumi benar-benar berputar.

Perihal kita; entah bagian bumi mana kita berada. Kau tetap bintangku.

Salam,
Raa.

17:34 WIB, 7 Oktober 2014

Jumat, 03 Oktober 2014

Aku Tahu...

Selamat pagi kamu yang lebih dulu bangun dari matahari. Aku masih di sini -- mencintaimu sangat hujan. Aku rindu...

Gusti Allah...

Terima kasih atas segala yang Engkau beri. Akulah wanita paling bersyukur pagi ini. Sungguh tak cukup aku merangkainya dalam kata sederhanaku.

Aku tahu...
Bintangku benar-benar masih di sana. Bumi benar-benar hanya sedang berputar.

Aku tahu...
Kau akan kembali, tuan. Kau akan pulang. Benar-benar pulang. Dan akhirnya menetap.

Aku tahu...
Tuhan tak akan membiarkanku merasakan pilu. Sungguh, aku hanya butuh sabar yang besar. Hati, perbesar lagi tabahmu...

Aku tahu...
Kita akan kembali menikmati senja. Kau di sana dan aku di sini. Memanjat doa-doa sehingga terbentang di jingga.

Aku tahu...
Rinduku tak sendirian. Sujud syukurku pada-Mu atas segala cinta.

Aku tahu...
Semua ini akan berbuah manis. Aku hanya perlu menikmati prosesnya, dan bersyukur.

Aku tahu...
Perjuanganku yang hanya sendiri, kini tertawa. Berjuanglah wahai hati, dunia tak akan mengerti jika kau hanya diam.

Aku bahagia...
Tersenyum -- hingga tak sanggup aku membendung butir kilau dari mataku.

Kau, tetaplah di hati...
Aku sungguh mencintaimu.

5:00 WIB, 4 Oktober 2014

Minggu, 28 September 2014

Aku dan (Hanya) Duniaku

Aku menangis...
Sungguh deras dan meledak-ledak. Tak karuan. Sakit menusuk tembus ke jantung.

Aku menangis...
Lirih memanggilmu sia-sia. Tak ada gunanya. Terus memanggil tanpa suara. Kecewa menembus relung hati hingga terluka. Tersayat belati.

Aku menangis...
Segala tentangmu di hati terbuka lebar. Terus menganga bersama duka yang kurang ajar.

Kau, benar-benar pergi?
Kau, benar-benar hilang?
Kau, benar-benar meninggalkanku?
Benarkah?
Iyakah?
Jawab...

Kau jangan pernah berani-beraninya untuk menyuruhku pergi, jangan! Kau saja yang memang ingin pergi. Silahkan...

Kau jaga mulutmu untuk menyuruhku menghilang, jaga! Kau saja yang memang kau ingin hilang. Rupanya kau nyaman, jika terus menghilang -- tanpaku...

Kau tak sopan berkata seperti itu, sungguh tak sopan! Aku bertahan, menjaga semuanya, lalu kau menyuruhku untuk pergi? Gusti Allah...

Biar saja. Biar saja kau pergi. Biar saja aku dan duniaku di sini. Biar saja. Biar saja kau abadi dalam puisiku, bersama jutaan aksara duka dan sukaku.

Biar saja. Biar saja aku sendiri mencintaimu. Biar saja aku terus bungkam mendoakanmu. Mendoakan kebahagianmu. Biar saja. Biar saja aku dan duniaku yang selalu menyayangimu.

Biar saja. Biar saja kini senja tanpa jingga. Biar saja ia terus menanti. Biar saja. Biar saja aku sendiri merajut kesabaran dan cinta untukmu. Semoga Tuhan menghadiahkan yang terindah.

Kau membuatku tertutup segala-galanya. Kau membuatku senang menyimpan segala tentangmu sendirian. Tak lagi-lagi aku bercerita tentangmu. Tak lagi! Biar saja aku dan hanya duniaku, aku mencintaimu -- dalam duka. Entah sampai kapan...

Aku mencintaimu, sungguh...

Segala tentangmu akan selalu baik-baik saja. Bumi hanya sedang berputar. Kita masih tetap di sana. Di singgasana kebahagiaan.

Aku tak membiarkan siapa pun masuk, sampai kau pulang. Benar-benar pulang. Menetap. Selamanya di hati. Aku akan terus berjuang, aku mempunyai banyak paket doa.

Jaga dirimu baik-baik...

Aku terus memperhatikanmu. Bahagialah, Di.

Aku mencintaimu, tak tahu sebesar apa, tak tahu ujungnya di mana, tak tahu sampai kapan. Aku hanya berdoa, kaulah yang terakhir atas pencarian cinta.

Salam,
Perempuan(mu)
Ara.

20:44 WIB, 28 September 2014

Sabtu, 27 September 2014

Bertahanlah, Raa...

Sudah malam ke berapa aku tanpamu? Malamku semakin sesak. Bagaimana dengan malammu? Semoga bahagia tetap di sana.

Wahai hati,
Tetaplah bertahan untuk cinta.

Wahai hati,
Tetaplah berjuang untuk cinta.

Wahai hati,
Tetaplah setia untuk cinta.

Izinkan aku bercerita tentang dirimu, tentang kita di masa lalu. Aku tak menyebutnya kenangan, aku tak ingin mengenangnya. Karena aku masih bersamamu. Kan?

Kau ingat saat pertama kita dekat? Awalnya kau dan aku hanya sebatas teman di sekolah. Aku ingat, kau senang sekali menyapaku ketika aku melaluimu. Sapaan yang menurutku sangat sopan.

"Ara..."

Aku kadang hanya menjawabnya dengan anggukan atau senyuman. Hanya satu dua kali aku menjawabnya dengan,

"Iya..."

Entah kenapa, kita sering sekali berpapasan. Maupun itu di tangga sekolah. Karena memang kelasmu dan kelasku tak terlalu jauh. Kejadian ini berlangsung selama satu tahun. Di tahun 2013 kau suka sekali memanggilku.

Pada bulan Desember 2013 aku terluka. Aku patah hati. Aku dibuat hancur oleh orang yang dulu aku sangat sayangi. Semua kepercayaanku dibuatnya remuk dan kemudian hilang. Pada saat itu, kau ada untukku. Kau selalu ada. Facebook. Twitter. Kau ada. Pada saat itu aku benar-benar tak sanggup menjalani semua beban sendirian. Aku berbagi cerita padamu. Kita sering mentionan dan chattingan. Hingga pada suatu sore, kau meminta nomor handphone-ku lewat Direct Message. Sejak saat itu, kita dekat. Dan tepat malam tahun baru aku memberanikan untuk I'm move on and I'm not regret. Aku telah jatuh hati padamu.

Begitu banyak kisah yang tak bisa aku lupakan alurnya. Salah satunya, sebab mengapa aku mencintai sajak dan mulai menekuninya.

Kau memberiku satu kata untuk dibuatkan menjadi sajak indah.

Kopi, kata pertama yang kau beri.

Lalu hujan. Kata ini akibat pemikiran kita yang tiba-tiba sama.

Kemudian, pintu. Aku mengatakan, aku akan menjadi pintu yang setia untuk tuan rumah.

Berbicara tentang pintu. Aku masih menjadi pintu, tuan. Hati ini menunggumu setia. Ia sangat kokoh dan terus bertahan. Pintu sangat merindukan sosokmu. Senyummu dan tatapan hangat itu. Untuk kesekian kali aku bertanya, kau kapan pulang?

Masih banyak lagi kata-kata yang kau beri yang kemudian kujadikan sebuah sajak sederhana. Sampai sekarang aku terus berkutat pada tulisan dan banyak sajak. Terima kasih, kau membuatku menciptakan banyak puisi, sajak, serta tulisan indah lainnya. Tulisan tentangmu -- ia selalu ada jejaknya.

Itu sedikit cerita tentang kau dan aku. Semoga ketika kau membacanya, kau diam-diam tersenyum :)

Wahai hati,
Apa kabar? Masihkah kau kuat? Buktikan cintamulah yang paling setia. Tak perlu takut berjuang sendirian. Di depan sana selalu ada harapan lebih baik, teruslah berdoa.

Di, tak perlu kau ributkan kegilaanku. Beginilah caraku mencintaimu. Kau bilang aku titik, janjilah padaku bahwa mereka hanya koma, spasi, tanda seru, dan tanda tanya. Berhentilah padaku dan kita teruskan kebahagiaan dulu.

Di, aku di sini menjaga semuanya. Aku tak pernah mengizinkan siapa pun menggangguku. Aku menunggumu...

Berjuang untukmu menyenangkan. Karena kamu selalu bisa mengubah keluh, peluh, dan air mata menjadi kekuatan.

Wahai hati,
Bersabarlah, semoga ada hasil yang indah di akhir. Tuhan hanya menunjukkan jalan-Nya yang luar biasa.

Wahai hati,
Berdoalah, semoga dengannya dirimu semakin kuat untuk bertahan. Tuhan hanya menunjukkan bahwa sebesar apa kau berusaha.

Wahai hati,
Tersenyumlah, semoga dengannya dirimu semakin cantik. Tuhan tak menghilangkan bintangmu, bumi hanya sedang berputar.

Bertahanlah, Raa...

Salam,
Raa

22:24 WIB, 27 September 2014

Kamis, 25 September 2014

Perdebatan Aku dan Rindu

"Jangan bermain dengan rindu, adikku tersayang"

Ayolah, aku tak sedang bermain. Aku pun sudah bilang aku tak ingin bermain. Namun rindu terus mengetuk pintu. Aku marah. Aku bukakan pintu dengan tujuan ingin membentaknya.
Ah,
Rindu berhasil masuk. Bodohnya. Ia menerebos begitu saja. Aku sudah berkali-kali mengusirnya.

"Pergilah..." kataku lirih.

Rindu tetap di sana.

Baiklah. Aku tak akan memperdulikannya. Aku tak akan memberi minum. Tak akan kuhidangkan makan. Biar saja. Biar dia bosan dan akhirnya pergi.

Sekali, dua kali aku mengintip dari kamarku. Lihatlah ia masih tetap di sana. Duduk manis dengan anggun, indah, dan dingin. Bahkan aku takut menyapanya.

Detik, menit, jam, bahkan hari sudah dilalui. Rindu masih di sana...

Bagaimana ini?
Rindu kurang ajar!
Tak sopan!

Pada akhirnya, aku memberanikan diri. Satu langkah, dua langkah aku mendekatinya. Semakin dekat. Sangat dekat. Aku memilih duduk di samping kanannya. Apa yang terjadi?

Lihatlah, ia menangis. Aku merasakannya. Begitu pilu. Mengiris. Miris. Emosi.

"Untuk apa kau kemari?" aku mulai pembicaraan.
"Aku ingin bertemu dengan sang tuan"
"Ayolah. Tak usah menemuinya" jawabku tak semangat. "Kau akan tetap merindu sendirian. Kesepian. Tak usah banyak harap" lanjutku.
"Apa bukti kau bisa berbicara seperti itu?" tanyanya. Ia memperbaiki posisi duduknya. Kini aku dan rindu saling berhadapan. Semakin dalam saja rasa pilu ini ketika melihat mata sembabnya yang selalu basah.
"Bagaimana tidak? Kau sering diabaikan. Aku lelah harus membawamu menemuinya. Tak pernah ada hasil. Terlalu sering pengabaian yang kau terima" jelasku, hampir menangis. Hening untuk beberapa saat. Desir angin membuat sedikit tubuh menggigil.
"Dia juga merinduimu" jawabnya singkat. Namun mampu membuatku beku dan kemudian aku tertawa.
"Tidak..."
"Iya. Dia merinduimu"
"Tidak...Tidak mungkin"
"Bukankah hatimu hebat? Selalu memiliki firasat yang selalu benar. Kadang hal yang kau tebak tentangnya selalu terjadi. Seolah kau memiliki kontak batin dengannya. Ketika kau berdoa, hatimu begitu lembut. Kau selalu merasa dekat dengannya bukan? Kau tahu mengapa aku menangis? Aku merasakan semuanya. Sang tuan memanggil. Aku sungguh dekat dengannya"

Aku menangis...

"Tapi maksud dari kejadian lalu apa? Mengapa ia mengabaikanmu?"
"Kau sudah tahu jawabannya. Tak perlu aku menjelaskannya" kata sang rindu meyakinkan.

Aku menunduk...
Sangat dalam...
Tangisku semakin kencang...
Terus menangis pada detik jam,
Dengan angin yang sesekali menyelinap masuk...

"Hei, kau sungguh mencintainya?" rindu mengangkat wajahku. Menatapku lamat. Tidak. Aku tidak akan menjawabnya. Tangisku semakin tak karuan. Aku, aku benar-benar merindukannya. Aku sesak. Sangat sesak.

"Tidak. Aku tetap tidak ingin mengantarmu" jawabku bersama suara sesenggukkan. "Aku takut. Aku terlalu takit. Aku sering merasai cemburu, karena rindu terlalu banyak diabaikan. Kau terlalu banyak diabaikan! Sudah. Hentikan semuanya! Aku perlu waktu untuk semua ini. Kau lihat?" aku menunjuk seluruh ruangan. "Ruangan ini banyak yang rusak. Aku butuh waktu untuk memperbaikinya. Aku akan mengurusmu. Hingga tiba saatnya. Kau boleh tinggal di sini. Sampai si tuan membawa rindu untuk ruangan ini. Dengan begitu semua kembali normal. Kini firasatku, tuan akan kembali. Ya, dia akan kembali. Berbesar sabarlah. Aku tak ingin buru-buru lagi dalam hal ini" aku berusaha tenang. "Ya. Aku mencintainya. Sungguh mencintainya..." butiran kilau jatuh kembali dari mataku.

"Kau ingin minum apa?" tanyaku berusaha tersenyum.

Rindu tak menjawab. Ia hanya membalas senyumanku. Sangat manis.

Salam,
Raa

14:42 WIB, 25 September 2014

Rabu, 24 September 2014

Makna (Hubungan) Tali Tambang

Berkat pembicaanku dengan seorang teman tentang suatu masalah hubungan, tiba-tiba temanku nyeletuk, "Tali  tambang akan semakin kuat jika dibakar". Aku tertarik dengan perkataannya. Apa benar? Aku langsung memutar otak untuk memikirkannya sejenak. Aku terus mencari tahu. Pertama yang aku lakukan mencari pengertian tali tambang itu sendiri. Ternyata ilmu tali temali pelajaran SD.

Pada dasar penyusunannya tali temali ada 3, yaitu:

1. Serat merupakan bagian dasar dari tali. Bentuknya berupa untaian-untaian kecil yang tidak dapat dipisah lagi dengan tangan.

2. Benang merupakan gabungan dari beberapa serat.

3. Tali tambang merupakan susunan atau gabungan dari beberapa benang.

Nah, yang terakhir ini yang membuatku tertarik. Serat menyusun benang, benang menyusun tali. Tali tambang bersifat lentur dan kuat. Dapat aku simpulkam jika dikaitkan dengan suatu hubungan, dan memang tali tambang adalah sebuah hubungan.

Lentur, dalam sebuah hubungan diperlukan kelenturan. Artinya sifat ini menunjukan hubungan tersebut mudah dililitkan dan dibuat menjadi simpul. Simpul adalah ikatan pada tali. Dan semakin banyak simpul akan semakin kuat dan jika semakin ditarik akan semakin kencang. Mengerti tidak?

Lalu sifat yang kedua yaitu kuat. Kuat berarti tak mudah putus. Apa yang sudah bilang tadi di atas. Serat menyusun benang. Benang menyusun tali. Dari beberapa susunan sudah jelas tali tambang ini sangat kuat. Namun bagaimana dengan memotongnya dengan gunting atau pisau? Kembali ke pembicaraan dengan temanku, "Tali tambang akan semakin kuat jika dibakar". Memang benar, ternyata jika tali tambang yang putus lalu kedua ujungnya dibakar akan semakin erat dan kuat.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa dalam sebuah hubungan diperlukan adanya suatu ujian di dalamnya agar keduanya semakin kuat dan erat. Jika sudah ada simpul atau suatu hal yang mengikatnya, maka jika ditarik terus menerus akan semakin kencang hubungan tersebut. Simple tapi membuat hati semangat. Benar?

Semoga bermanfaat. Semangat menyelesaikan masalah dan bertahanlah.

Salam,
Tali tambang,
Ara.

06:04 WIB, 25 September 2014

Firasat

Firasat adalah suatu hal dimana kita berbicara pada hati, pikiran, bahkan jiwa. Ia muncul dengan sendirinya, yang tak enak ia  suka muncul dengan tiba-tiba. Hati pun semakin gelisah, tak tenang, kacau. Apalagi jika firasat buruk? Menebak-nebak tak karuan.

Itu yang selalu kurasakan selama ini. Siapa lagi? Jika bukan tentangmu. Lelaki yang memiliki mata hangat sehangat mentari pukul 7.

Aku baru saja mendapat jawaban dari firasatku belakangan ini. Aku sedih dengan perlakuanmu. Ada apa dengan dirimu? Kau lelah dengan amanah sebagai pemimpin organisasi? Atau kau penat dengan sekolah? Atau kau jenuh dengan suatu hal?
Mungkin ketika setelah kau membaca semua tulisan sederhanaku, kau akan mengira bahwa aku terlalu rumit dengan ini. Tapi ayolah, sepandai-pandainya otak, ia tak akan pernah mengerti hati.

Firasatku benar. Namun jika sudah benar, aku bisa apa? Aku marah-marah padamu? Aku mencaci maki depanmu? Tidak, aku tidak akan lakukan itu. Sia-sia jika aku lakukan itu semua. Biarkan semuanya mengalir, bukankah semua sungai mengalir pada satu tujuan, yaitu laut? Aku hanya perlu menerimanya dan lapang dada. Semoga aku selalu berbesar sabar. Aku tak ingin lelah hati. Karena masih ada yang lebih penting, yaitu bagaimana aku bertahan.

Aku tak ingin lagi ada firasat buruk tentangmu. Aku tak merasa jauh darimu, karena kau masih disini, di hati ini. Detaknya masih sama, mungkin bertambah -- hanya untukmu, Di. Jaga baik-baik hatimu, karena disini aku benar-benar menjaganya. Aku mencintaimu, sungguh. Aku mendoakan keselamatanmu.

Firasatku yang belum terjawab yaitu kamu akan kembali. Kamu akan membuktikan bahwa aku adalah titik. Seperti apa yang dulu kau bilang. Ingat? Kau akan pulang kan, Di? Aku sudah menyiapkan teh hangat untukmu...

Salam,
Ara

22:16 WIB, 24 September 2014

Selasa, 23 September 2014

Selamat Pagi

Selamat pagi. Pagi kesekian dimana kau masih bertahan dengan bisumu. Kau tampak semakin menawan di hati. Dan aku tampak semakin berani berjuang untukmu.

Bagaimana aktivitas sekolahmu 3 hari ini? Aku rindu. Rasanya kelabu jika tak melihat matamu sehari saja.
Sakitku tak kunjung pulih, Di. Aku semakin merinduimu. Kau baik-baik saja kan?

Kapan kau pulang? Aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Aku takut kau benar-benar pergi. Aku sungguh takut kehilanganmu. Aku rindu sapamu. Apakah kau tak merasakan pilunya hatiku saat ini? 

Aku lebih banyak melampiaskan semuanya pada tulisan. Dan kuharap kau membacanya, dan mengerti ini semua.

Di, pagimu cerah disana? Pagiku tidak. Dan tidak akan pernah selepas kau membiarkanku menunggu yang tak pasti. Aku selalu mendoakan kebahagiaan dan keselamatanmu.

Ohya, aku ingin minta maaf. Mungkin beberapa hari ini aku terlalu berani menyebut namamu. Perlu kamu ketahui, aku sungguh lelah menyembunyikan semuanya. Semoga kau mengerti...

Kamu -- yang memiliki mata seteduh dan sehangat mentari pukul 7, semoga salamku selalu kau dapatkan. Entah bagaimana Tuhan menyampaikannya.

Salam,
Raa

06:21 WIB, 24 September 2014

Jumat, 19 September 2014

Diamku Tertawa

Diam,
Diam namun tertawa.
Itu aku.

Diam,
Dalam diam aku memiliki banyak arti.
Arti yang tidak bisa disampaikan sejuta kata.
Arti yang tidak bisa ditulis oleh lautan tinta.

Diam,
Diamku adalah bahagia.
Bahagia karenamu.

Oh diam...

Karena diam aku bisa mengartikan cinta sejati.
Karena diam aku bisa menulis.
Menulis tentang cinta.
Menulis perihal kita.
Menatap awan yang bergerak.
Mendengar kicauan burung.
Merasakan hembusan angin.

Aku menulis diam.
Diam yang penuh makna.
Kusampaikan tulisan ini melalui diam.
Tulisan yang membuatku diam sejenak.

Oh diam...

Biarkan tertawaku tetap diam.
Biarkan bahagiaku tetap diam.
Diam yang penuh warna.

-------------------------

Aku menulis ini saat dekat denganmu. Saat kau tersenyum manis di depanku. Saat kau membuatku bahagia. Aku hanya bisa diam. Diam-diam mengucap syukur telah disandingkan denganmu. Aku lupa tanggalnya, maaf :)

Salam,
Ara

Kamar yang Jenuh

Kurasa detik jam jenuh menemani. Aku ingin bercerita -- tentang sebuah kamar yang selalu menjadi tempatku pulang.

Cemburu, kecewa, rindu, ah semua yang berhubungan dengan cinta. Sudah menggunung di sudut kamar. Membusuk.

Tik. Tok. Tik. Tok.
Hanya itu yang kudengar.
Satu lagi,
Desiran kipas angin.
Hening bukan?

Bagaimana mungkin aku tak merasai cemburu? Aku terlalu banyak pengabaian. Terlalu banyak aku merindu sendirian. Sekarang, kau justru tak pulang-pulang. Aku sudah membuka pintu lebar, namun kau masih saja asyik bermain di luar.

Pulang beraktivitas, ada saja yang kulempar ke sudut kamar. Satu tumpuk lagi bertambah. Melempar dengan penuh emosi.

Aku yakin,
Jam sangat bosan melihat wajahku yang tak karuan.
Apalagi guling dan bantal. Mereka mungkin lelah. Setiap kumerasa bingung apa yang harus aku lakukan, merekalah yang paling kupegang erat. Lalu menangis tersedu.

Ayolah,
Maafkan aku. Mungkin kejenuhanmu sudah membludak lama. Namun, aku terlalu sibuk dengan kalimat hati. Sehingga aku lupa -- berterima kasih atas segala yang kau beri.

Salam,
Penghuni kamarmu, Raa.

19:42 WIB, 19 September 2014

Kamis, 18 September 2014

Sajak Kecewa

Siapa kau? Siapa dirimu? Untuk apa kau kemari?
Jejakmu hitam, suaramu meriam, seram. Pedih, pilu, bak badai sembilu.
Dada ini sesak. Hatiku lebam, babak belur. Aku terbenam, tenggelam dalam lautan kecewa.

Siapa kau? Siapa dirimu? Untuk apa kau kemari? Kau, manusia yang tak lagi kukenal. Kau, manusia yang bukan penghuni puisiku lagi. Kau, melukiskan aksara yang bertema kejahatan.

Siapa kau? Siapa dirimu? Untuk apa kau kemari?
Sadarkah, kau lebih dari seorang durjana tuan! Hatiku sakit. Sangat sakit.
Oh...
Kau menanam benci, sayang!
Suatu saat kau akan memetik hasilnya. Maka kau akan merasakan apa yang pernah kurasa. Sungguh, Semesta sangat adil.

Salam,
Ara

10:55 WIB, 19 September 2014

Rinduku Tak Tidur

Aku kira rindu akan hilang. Ternyata rindu tidak ikut terlelap. Oh ya Tuhan, beri tahu aku penawar apa yang harus aku beri untuk rindu ini?

Sebentar,
Lalu saat jiwa ini terlelap, kemana rindu itu? Apakah ia mencari sang tuan? Apakah rindu pergi bersama sang angin? Sang awan? Sang bintang? Rinduku menguntai indah di bintang? Benarkah?

Rindu jenis apa ini? Ketika diri terlelap, tak ikut terlelap. Ketika diri melamun, dengan kurang ajar menerobos masuk pada celah hati. Ketika rindu sudah menguasai sebagian tubuh, aku tak karuan menahan. Ingin meledak rasanya. Namun harus kemana rindu ini bermuara?

Tuhan,
Jelaskan padaku, apa mau rindu ini? Hanya kepasrahan dengan penuh tanda tanya yang ada.
Rinduku misterius.

@AravindaKA

09:48 WIB, 19 September 2014

Kejujuran dan Kesetiaan

Bukanlah aku; jika tak pernah merangkai kata dalam hujan.
Bukanlah aku; jika tak pernah merajut kata dalam senja.
Bukanlah aku; jika tak pernah memperbincangkan kau dengan Tuhanku.

Kesetiaan dan kejujuran bak bulan yang membutuhkan sinar mentari. Mereka akan saling membutuhkan. Tak ada setia jika tak ada jujur. Tak ada sinar bulan jika tak ada sang mentari.

Kesetiaan dan kejujuran bak seorang Ibu dengan anaknya. Tak ada senyum merekah dari Ibu jika anaknya durhaka. Tak ada air mata bahagia dari anak jika Ibunya lupa akan kodrat.

Begitulah kita; seperti kesetiaan dan kejujuran. Satu jiwa yang tak bisa dipisahkan. Jika satu menghilang, maka satunya tak ada arti.

Aku dan kamu; dua insan yang kuyakin seperti bulan dan matahari dan juga seperti seorang Ibu dan anaknya.

Sejuta nada tentang kesetiaan dan kejujuran telah kubentangkan pada langit biru damai. Pada asa yang menari di awan. Pada mimpi dan harapan di udara.

Kesetiaan dan kejujuran; cinta. Dialah waktu; bukti dari cinta yang kurawat bersama hujan, senja, dan Tuhan.

Salam,
Perempuanmu, Raa.

Kepada,
Lelakiku, Di.

05:09 WIB, 7 Juli 2014

Untuk Negeriku, Palestine

Kumenangis untukmu wahai negeri yang damai...
Negeri yang menghamparkan tanah suci.
Negeri yang menyimpan banyak insan putih.
Negeri yang memiliki banyak syuhada menari.

Kuberdo'a untukmu wahai negeri yang damai...
Bangkitlah.
Ada kami. Do'a menggantung di langit birumu.
Berdirilah.
Ada kami. Do'a memeluk para calon penghuni Surga.
Tersenyumlah.
Ada kami. Do'a dengan senyum penuh asa dipanjatkan selalu.

Para bocah menangis di pangkuan Ibu. Pasrah menangis berserah diri pada Rabb.
Para Ibu menangis memeluk sang anak. Pasrah menangis berserah diri pada Rabb.

Namun setelah itu, mereka para bocah dan para Ibu melautkan senyum. Sang pujaan hati telah mati syahid.

Memperkokoh keberanian.
Mengikat kencang keimanan.
Merajut cinta penuh kasih.

Negeriku, Palestine...
Bangkitlah sayang.
Bangkit...
Bangkitlah!

Allah bersamamu, aku bersamamu, kami bersamamu.

Salam,
Jejak yang menyayangimu.

@AravindaKA

17:46 WIB, 6 Juli 2014

Sajak Mimpi

Indah semalam tadi,
Warna mayamu menghangatkan rindu.
Jejakmu kian menjadi,
Pada mimpi dan harapan yang selalu beradu.

Senyummu terindah di bingkai mimpi.
Tatapan damai terlihat jelas di dunia semu.
Suaramu yang selalu kupuja mengalun, menari, melantukan "Raa...". Sungguh menarik dan indah di mimpi.

Kuingin ulang semua. Ingin kurekam semua. Dan kuingin bawa dalam kerealitaan.

Ah,
Ini pertanda rindu. Kau bosan? Dengan rinduku? Maafkan aku. Saat ini rindu selalu menang dalam puisiku. Maka, nikmatilah rindu-rinduku yang sudah lebih dulu kutitipkan pada lembaran langit yang kian menjuntang luas.

Tataplah langit,
Lebih dalam,
dalam,
dan dalam...
Dengan begitu kau akan menemukanku dengan milyaran rindu dan mimpi di singgasana cinta.

Salam,
Ara

Kepada,
Jejak yang bercetak tebal

11:52 WIB, 1 Juli 2014

Sajak Rindu

Jenis rindu macam apa ini? Mengalun kurang ajar dalam kalbu.
Jenis rindu macam apa ini?
Ia menggerogoti hati, yang memaksa untuk dilarutkan.
Jenis rindu macam apa ini?
Ia memaksa untuk meledak keluar dengan jutaan emosi penuh puisi.
Jenis rindu macam apa ini?
Hanya tangis dan doa. Kepasrahan menghadap Tuhannya.
Jenis rindu macam apa ini?
Membuat asa dalam kemustahilan.

Tuhan,
Maafkan aku...
Rengekan rinduku terlalu emosi. Meledak-ledak tak karuan.
Dengan keegoisan.
Kuatkan aku dalam setiap desah rindu yang kuhembuskan. Rindu yang kutak tahu jenis apa dan kurang ajar.

Salam,
Ara.

11:07 WIB, 29 Juni 2014

Sajak Kenangan

Sebongkah kenangan terekam sangat lengkap.
Sebongkah kenangan terangkum sangat rapi.
Sebongkah kenangan yang menggantung indah bak bintang di langit, yang menguntai indah memanggil namamu yang menunggu untuk dilihat dan dipetik.
Jika saja kenangan mampu berbicara, apa yang ia katakan? Apakah ia akan berkata 'Aku ikhlas dilupakan'.
Sayang, ada sebongkah kenangan yang butuh kau perhatikan. Ia butuh asupan. Ia lapar.
Sebongkah kenangan menyiksa hampaku.
Sebongkah kenangan menyesakkan dadaku.
Sebongkah kenangan melautkan emosiku.
Sayang, masihkah kau bertahan pada keegoanmu?
Ada sebongkah kenangan yang harus kau peluk dan kau bawa pulang, lalu kau ceritakan pada hatimu. Pecahkan egomu dengan sebongkah kenangan yang ada.
Lalu, mari kita buat sebongkah kenangan yang baru. Setelah itu kita ceritakan pada malaikat-malaikat kecil kita. Nanti, ya nanti. Dengan sebongkah kenangan indah.

Salam,
Sebongkah emosi rindu.

22:00 WIB, 27 Juni 2014

Surat Untuk Sahabatku, Kharisma

Assalamu'alaikum sahabatku Kharisma...
Alhamdulillah usiamu bertambah tepat pada hari ini. Aku sangat bersyukur Allah memberikan kesempatan padamu untuk merasakan nafas, kasih, serta sayang di usia 17th. Tiada doa yang tak terbaik untukmu. Semua kupanjatkan untuk kebaikan dunia dan akhiratmu. Semoga Allah qobul. Allah mengabulkan segala doa yang terucap dari sahabat-sahabatmu yang lain juga. Kami sayang padamu. Sungguh amat sayang. Maka manfaatkanlah di usiamu yang semakin dewasa. Ketulusanmu dalam cinta, kesabaranmu, keikhlasanmu, tingkatkanlah. Hilangkan sifat kekanakanmu, keegoisanmu, serta sifat buruk lainnya. Jadilah pribadi yang Allah cintai. Kita cintai. Semoga di usia ini engkau tambah dikasihi serta sayangi oleh penduduk langit dan penduduk dunia. Wahai muslimahku tercinta, pahamilah dirimu sangat berharga, kamu adalah Ratu kecil kami. Tak ada yang patut menyakitimu, melukai hatimu. Kami sungguh amat menyayangimu dan kami akan melindungimu, ditambah lagi jika Ratu bersedia melaksanakan satu perintah-Nya yang sangat sulit engkau cerna. Kami pahami itu. Ratu akan begitu merasa aman serta terhormat. Ratu akan sangat cantik dan anggun. Namun kenapa? Sangat sulit untukmu melaksanakan perintah-Nya yang satu itu. Muslimahku sayang, aku menulis ini karena aku sangat menyayangimu. Dengan air mata yang tak tertahankan. Ia terus mengalir bak air yang keluar dari bendungan. Sayang, laksanakanlah satu perintah itu. Aku takut, sungguh amat takut jika nanti Allah tak mempertemukan kita kembali di Surga-Nya.
Sadarilah sayang, kenapa kau selalu datang ujian soal percintaan atau yang lain. Itu karena Allah ingin menamparmu dengan halus. Agar kamu menyadarinya, bahwa mungkin Allah memberi ujian terus padamu karena Allah ingin kamu menutup aurat. Ya, menutup aurat seperti kami. Maaf, jika aku terus saja memaksamu. Maaf, jika Ratu kami tersinggung. Tapi ini cara kami, semoga hatimu tergugah sayang. Dan jika cara ini belum saja membuatmu untuk menutup aurat, tunggu cara kami lainnya. Muslimahku yang Allah sayangi, ini salah satu bukti kami sangat amat menyayangimu. Semoga di usia 17 tahun ini, kau gunakan dengan sebaiknya. Hidupmu tentram serta bahagia selalu bersamaku serta sahabat lainnya. Doa kami selalu mengalir untukmu.
Alhamdulillah, sudah sampai di akhir kalimat surat ini, sekali lagi kami menyayangimu, maaf jika ada kata yang melukai hati Ratu kecil kami.

Salam kasih,
Ara, Dita, Resti, Annisa, Nurina, Fitri, Ulfah, dan Ifa.

05:40 WIB, 24 Juni 2014

Perempuan Baik Tak Akan Merebut Lelaki dari Wanita Lain

"Saya mencintai orang yang sudah memiliki kekasih" | Malulah disaat hatimu menyatakan ini.

"Saya menunggu orang tersebut pisah dengan kekasihnya" | Malulah ketika hatimu berkata seperti itu.

Dan janganlah berbangga hati ketika berhasil mendapatkan orang yang kamu cintai. Sebelum itu cobalah kau renungkan, sebelum hadirnya kamu di kehidupan lelaki itu, lelaki itu adalah sosok yang paling bahagia, sosok yang paling bersyukur karena telah mencintai pasangannya dan dicintai pasangannya. Bahkan kau tahu itu semua. Mengapa kau tak coba mengurungkan niat memilikinya? Ya. Aku faham. Berharap memiliki tak berdosa. Namun yang sangat tak boleh dilakukan, kau memiliki namun ada sosok yang tersakiti. Cinta tak pernah salah. Takkan pernah.

Tapi mengapa kau terus mengirim sebuah pesan, meneleponnya, dengan alasan yang sulit dicerna akal sehat. Seolah kau menanam benih pada lelaki itu. Benih cinta yang terus kau siram dengan pesan yang kau kirim setiap harinya. Yang terselip sedikit perhatian dan canda tawa di dalamnya. Dan mulai sejak itu, lelaki berubah. Tak ada lagi surga di antara lelaki itu dan pasangannya. Kepeduliannya sudah sangat jauh berbeda dan nyaris tak peduli.

Sebuah kesabaran dan ketulusanlah yang membuat wanita berpikir positif tentang lelakinya. Ia terus mencintai dan mendoakannya di setiap sujud panjangnya. Anugerah cinta yang dititipkan pada Illahi sungguh amat luar biasa. Kekuatan dan keikhlasan yang membuat wanita ini terus tumbuh bagaikan ratu. Hati yang lembut, yang sangat mudah tersentuh lalu meneteskan butiran kemilau mencium pipinya.

Wanita baik tidak akan merebut lelaki dari wanita lain.

Sungguh amat malang, ketika kau benar-benar sudah berhasil masuk di antara mereka dan lelaki mulai mencintaimu. Kau dengan mudahnya alasan "Ini sudah takdir". Jika kau memiliki hati dan menggunakannya sebaik mungkin, tak akan pernah terjadi ini semua. Bagaimana perasaan perempuan yang sudah menjadi pasangannya? Ada orang lain yang menangis. Ada orang lain yang tersakiti. Kau perempuan, dia perempuan. Apa yang kau lakukan jika ini semua sudah terjadi? Di akhir kalimat akan aku tegaskan sekali lagi, bahwa CINTA TAK PERNAH SALAH.

Salam,
Ara

06:04 WIB, 13 Juni 2014